Rumah Ini Pernah Disinggahi Bung Hatta, Mengenang Bukti Sejarah yang Hilang

By Redaksi 14 Agu 2022, 19:40:50 WIBFeature

Rumah Ini Pernah Disinggahi Bung Hatta, Mengenang Bukti Sejarah yang Hilang

Keterangan Gambar :


Bungo, Wartalintas.id - Gedung Museum Juang itu pagarnya tertutup. Tidak ada aktivitas di sana. Sejak diresmikan oleh Gubernur Jambi, Zumi Zola, didampingi Bupati Bungo, Mashuri pada 17 Januari 2018, museum yang difungsikan untuk menyimpan benda-benda bersejarah, hingga kini terlihat kosong.

Tidak sedikit pemerintah daerah menggelontorkan dana untuk pembangunan gedung semegah itu. Dari APBD Provinsi Jambi sebesar Rp 2 miliar, sedangkan APBD Kabupaten Bungo sebesar Rp 1,6 miliar.

Sebelum adanya bangunan Museum Juang itu, di sana pernah berdiri rumah bersejarah. Rumah itu dulunya dibangun oleh tentara Belanda untuk pesanggrahan atau penginapan meraka. Para pejuang kita melakukan perlawanan, dan rumah pesanggrahan itu dibakar para pejuang.

"Kita perang dengan Belanda, kita bakar (Rumah pesangrahan.red). Sesudah dibakar, kita sendiri yang bangunnya. Di situ tempat pejuang kita bermusyawarah. Makanya namanya itu Gedung Juang,” cerita M Nasir, salah seorang pejuang Bungo saat ditemui di rumahnya beberapa tahun lalu.

M Nasir mengatakan, Gedung Juang itu dulunya pernah disinggahi Muhammad Hatta, wakil presiden pertama Indonesia. Bahkan pahlawan prolamator tersebut juga pernah menginap di sana.

“Bung Hatta pernah menginap di Gedung Juang itu," kata M. Nasir.

Salah seorang pemerhati sejarah di Kabupaten Bungo, Husni Ketayo, saat ditemui beberapa tahun lalu mengatakan, di Gedung Juang itu dulu pernah Bung Hatta berpidato.

"Tahun 1947 Bung Hatta pidato  di pesangrahan, beliau dari Jambi terus ke Kerinci. Tahun 1942 Bung Hatta dari padang ke Bungo, ke Jambi terus ke Jakarta," katanya.

Namun disayangkan, beberapa tahun sesudah kemerdekaan, gedung juang itu tidak dirawat dengan baik dan dibiarkan kosong. Bangunan berukuran lebih kurang 4 x 6 meter yang berdinding papan, kondisinya sangat memprihatinkan. Kaca depan banyak pecah, ditempel dengan triplek. Atap rumah juga ada yang bocor dan sebahagian resplank bagian depan sudah ada yang lapuk.

Di teras depan ada kotoran hewan ternak dengan aromanya yang khas. Ditambah lagi bau pesing kencing manusia yang sangat menyengat. Orang-orang kadang tak mau mendekat ke sana.

Ada hari-hari tertentu untuk diperhatikan, yakni setiap memperingati Hari Pahlawan dan Peringatan Hari Kemerdekaan RI. Itu pun hanya dipasang bendara merah-putih di sepajang papan resplank rumah.

Masyarakat ada yang merasa sedih melihat kondisi itu. Apalagi rumah yang menyimpan sejarah sudah runtuh menjadi puing-puing. 

Kini pemerintah sudah menggantinya dengan bangunan yang cukup megah. Begitu pun dengan namanya, sudah diganti, bukan Gedung Juang lagi, tapi Museum Juang.

Masyarakat berkeinginan rumah itu tidak dibongkar habis, melainkan direnovasi dengan bentuk aslinya, karena bernilai sejarah yang sepatutnya dilindungi sebagai cagar budaya.

"Sangat disayangkan rumah itu dihancurkan," kata Angga, salah seorang masyarakat.

Nasi sudah jadi bubur. Rumah bersejarah itu hanya tinggal kenangan. Harapannya, bangunan baru, Meseum Juang harus difungsikan untuk penyimpanan benda-benda bersejarah. Tidak dibiarkan kosong saja seperti sekarang.

Bising suara kendaraan yang lalu lalang pada siang itu, beriringan dengan nyanyian lagu perjuangan yang dinyayikan anak-anak sekolah pada perlombaan lagu nasional di lapangan Semagor yang tak jauh dari Museum Juang. Acara itu dalam rangka memperingati dan merayakan HUT RI ke 77 tahun 2022.

Semoga saja mereka mengetahui bahwa di sana pernah berdiri rumah bersejarah sebagai bukti perjuangan masyarakat Bungo untuk kemerdekaan Indonesia. 

Iwan Syofriadi




Write a Facebook Comment

Tuliskan Komentar anda dari account Facebook